MANAJEMEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
Manajemen ASN meliputi Manajemen
PNS dan Manajemen Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Bagian Kedua
Manajemen PNS
Pasal 48
(1) Manajemen PNS meliputi:
a. penetapan kebutuhan dan
pengendalian jumlah;
b. pengadaan;
c. jabatan;
d. pola karier;
e. penggajian;
f. tunjangan;
g. kesejahteraan;
h. penghargaan;
i. sanksi;
j. pemberhentian;
k. pensiun; dan
l. perlindungan.
(2) Manajemen PNS di daerah
dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18
Paragraf 1
Penetapan Kebutuhan dan
Pengendalian Jumlah
Pasal 49
Penetapan kebutuhan PNS merupakan
analisis keperluan jumlah, jenis, dan status PNS yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung beban kerja
Instansi dan Perwakilan.
Pasal 50
(1) Pejabat yang berwenang pada
Instansi mengusulkan kebutuhan PNS di Instansi masing-masing kepada Menteri
serta mengirim tembusan kepada KASN.
(2) Kebutuhan PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kebutuhan pegawai administrasi, pegawai
fungsional, maupun untuk mengisi Jabatan Eksekutif Senior.
(3) Pengusulan kebutuhan PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan analisis keperluan
pegawai.
(4) Menteri menetapkan kebutuhan
PNS secara nasional setelah mendapat pertimbangan dari KASN dan Menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang keuangan.
(5) Penetapan kebutuhan PNS oleh
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sebagai wujud tanggung
jawab pengendalian jumlah PNS dan menjaga proporsionalitas PNS antar-Instansi.
(6) Menteri mengumumkan penetapan
kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Ketentuan mengenai pedoman
penyusunan analisis keperluan pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan peraturan KASN.
Paragraf 2
Pengadaan
Pasal 51
(1) Pengadaan calon PNS merupakan
kegiatan untuk mengisi jabatan yang lowong.
(2) Pengadaan calon PNS di
Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4).
(3) Pengadaan calon PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa
percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS.
Pasal 52
Setiap Instansi merencanakan
pelaksanaan pengadaan calon PNS.
Pasal 53
Setiap Instansi mengumumkan
secara terbuka kepada masyarakat mengenai adanya lowongan jabatan calon PNS.
19
Pasal 54
(1) Setiap warga negara Indonesia
mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PNS setelah memenuhi
persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
menteri dengan pertimbangan KASN.
Pasal 55
(1) Seleksi penerimaan calon PNS
dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan untuk mengevaluasi secara obyektif
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, dan yang
dimiliki oleh pelamar.
(2) Seleksi calon PNS terdiri
dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi, seleksi umum, dan seleksi
khusus.
(3) Seleksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan
masing-masing untuk memeriksa kelengkapan persyaratan.
(4) Instansi atau Perwakilan yang
menerima pendaftaran calon PNSmemberikan nomor peserta penyaringan bagi pelamar
yang sudah lulus persyaratan administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan masing-masing
dengan materi yang disusun oleh BKN.
(6) Seleksi khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Instansi atau Perwakilan dilakukan
dengan membandingkan secara obyektif kualifikasi dan kompetensi yang
dipersyaratkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 56
Pengumuman tahapan seleksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilaksanakan secara terbuka, luas, dan
informatif oleh Instansi masing-masing.
Pasal 57
Calon PNS yang lulus seleksi
wajib menjalani masa percobaan.
Pasal 58
(1) Masa percobaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 bagi calon pegawai administratif dan calon pegawai
fungsional yang lulus seleksi dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan
selama 1 (satu) tahun.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pendidikan di dalam kelas oleh LAN atau
Instansi yang telah mendapat sertifikasi dari LAN.
(3) Pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pelatihan kerja di Instansi
yang bersangkutan dan di Instansi pembina jabatan fungsional bagi calon Pegawai
Jabatan Fungsional.
20
Pasal 59
(1) Calon PNS menjadi PNS dalam
suatu jabatan didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
a. telah lulus pendidikan dan
pelatihan;
b. telah memenuhi syarat kesehatan
jasmani dan rohani; dan
c. diusulkan oleh Pejabat yang
Berwenang.
(2) Calon PNS yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat menjadi PNS oleh Pejabat
yang Berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon PNS yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan sebagai calon PNS.
Pasal 60
(1) Setiap calon PNS pada saat
pengangkatannya wajib mengucapkan sumpah/janji dengan disaksikan oleh Pejabat
yang Berwenang atau Perwakilan.
(2) Sumpah/janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa saya, akan melaksanakan
nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Bahwa saya, akan selalu membela
dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, akan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa
menjunjung tinggi kehormatan negara dan martabat Aparatur Sipil Negara, serta
akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat daripada
kepentingan pribadi, seseorang, atau golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia
sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan
jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, tidak akan menerima
pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak
langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
Pasal 61
Pengangkatan calon PNS ditetapkan
dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengadaan calon PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
21
Pasal 63
(1) Pengisian Jabatan Eksekutif
Senior pada jabatan struktural tertinggi kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan
dilakukan melalui promosi dari PNS yang berasal dari seluruh Instansi dan
Perwakilan.
(2) Pengisian Jabatan Eksekutif
Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi lembaga pemerintah non
kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat berasal dari Non PNS yang
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengadaan Pejabat Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KASN.
(4) Pejabat yang Berwenang atau
pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan permintaan pengisian jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mengajukan kompetensi dan kualifikasi
serta jabatan yang lowong kepada KASN.
(5) KASN mengumumkan lowongan
jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ke seluruh Instansi dan Perwakilan
disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
(6) Calon Pejabat Eksekutif
Senior yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang
dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7) KASN melakukan seleksi untuk
memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(8) Sebelum menduduki jabatannya,
calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mengucapkan
sumpah/janji di hadapan pimpinan Instansi atau Perwakilan.
Paragraf 3
Pangkat dan Jabatan
Pasal 64
(1) PNS diangkat dalam pangkat
dan jabatan tertentu pada Instansi atau Perwakilan.
(2) Pengangkatan dan penetapan
PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
(3) Setiap jabatan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS
yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan klasifikasi
jabatan yang memuat jenis dan kategori jabatan pada Instansi dan Perwakilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Pola Karier
22
Pasal 65
(1) Untuk menjamin keselarasan
potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
perlu disusun pola karier PNS yang terintegrasi secara nasional.
(2) Setiap Instansi dapat
menyusun pola karier aparaturnya secara khusus sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan pola karier nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pola karir PNS secara nasional diatur dengan Peraturan Menteri setelah
mendapat pertimbangan KASN.
Pasal 66
(1) Setiap PNS direkrut untuk
menduduki Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional yang lowong.
(2) PNS dapat berpindah jalur
antar-Jabatan Eksekutif Senior, administrasi, dan fungsional berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Pasal 67
(1) Setiap PNS dinaikkan
jabatannya secara kompetitif.
(2) Kenaikan jabatan secara
kompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan penilaian kinerja.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Paragraf 5
Pengembangan Karier
Pasal 68
(1) Pengembangan karier PNS
dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
(2) Pengembangan karier PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan integritas
dan moralitas.
(3) Kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kompetensi teknis yang diukur
dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan
pengalaman bekerja secara teknis;
b. kompetensi manajerial yang
diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan
pengalaman kepemimpinan; dan
c. kompetensi sosial kultural
yang diukur dari pengalaman kerjaberkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal
agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
(4) Integritas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat,
bangsa dan negara.
(5) Moralitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diukur dari penerapan dan pengamalan nilai-nilai etika
agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan.
23
Paragraf 6
Promosi
Pasal 69
(1) Promosi PNS dilaksanakan
berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas, dan moralitas oleh Tim
Penilai Kinerja PNS.
(2) Tim Penilai Kinerja PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh pimpinan Instansi
masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KASN.
Pasal 70
(1) Promosi dilakukan berdasarkan
perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dimiliki calon dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan
oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama,
kreativitas, dan pertimbangan dari Tim Penilai Kinerja PNS pada Instansi
masing-masing tanpa membedakan gender, suku, agama, ras, dan golongan.
(2) Setiap PNS yang memenuhi
syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih
tinggi.
(3) Promosi Pegawai Jabatan
Administrasi dan Pegawai Jabatan Fungsional dilakukan oleh Pejabat yang
Berwenang setelah mendapat pertimbangan Tim Penilai Kinerja PNS pada Instansi
masing-masing.
Pasal 71
(1) Mutasi merupakan perpindahan
tugas atau perpindahan lokasi dalam satu Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat,
satu Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi
Daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Mutasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang dalam wilayah
kewenangannya.
(3) Pembiayaan sebagai akibat
dilakukannya mutasi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diatur dengan Peraturan
Menteri.
Paragraf 7
Penilaian Kinerja
Pasal 73
(1) Penilaian kinerja PNS berada
di bawah kewenangan Pejabat yang Berwenang pada Instansi masing-masing.
24
(2) Penilaian kinerja PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada
atasan langsung dari PNS.
(3) Penilaian kinerja PNS dapat
juga dilakukan oleh bawahan kepada atasannya.
(4) Penilaian kinerja PNS
dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat
unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat
yang dicapai.
(5) Penilaian kinerja PNS
dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi, dan transparan.
(6) Hasil penilaian kinerja PNS
disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja PNS.
(7) Hasil penilaian kinerja PNS
dimanfaatkan untuk menjamin obyektivitas dalam pengembangan PNS, dan dijadikan
sebagai persyaratan dalam pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian
tunjangan dan sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diatur dalam Peraturan
KASN.
Paragraf 8
Penggajian
Pasal 75
(1) Pemerintah wajib membayar
gaji yang adil dan layak kepada PNS sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawab PNS.
(2) Gaji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan PNS.
(3) Gaji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Paragraf 9
Tunjangan
Pasal 76
(1) Selain gaji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75, PNS juga menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Tunjangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi gaji.
Pasal 77
(1) Selain gaji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada
PNS di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan.
(2) Dalam pemberian tunjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah wajib mengukur tingkat
kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerahnya masing-masing.
(3) Tunjangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
25
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
daerah.
Paragraf 10
Kesejahteraan
Pasal 78
(1) Selain gaji dan tunjangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76, Pemerintah memberikan jaminan
sosial kepada PNS.
(2) Jaminan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyejahterakan PNS.
Paragraf 11
Penghargaan
Pasal 79
(1) PNS yang telah menunjukkan
kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan dalam
melaksanakan tugasnya dianugerahkan tanda kehormatan Satyalancana.
(2) Tanda kehormatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif hanya kepada PNS yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
(1) Setiap penerima tanda
kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
(2) Penghormatan dan penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan
jabatan secara istimewa;
b. pemberian sejumlah uang
sekaligus atau berkala; dan/atau
c. hak protokol dalam acara resmi
dan acara kenegaraan.
Pasal 81
(1) Hak memakai Satyalancana
dicabut apabila PNS yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat
berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS atau tidak lagi memenuhi
persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencabutan tanda kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah
mendapat pertimbangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul
Pejabat yang Berwenang.
Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penghargaan terhadap PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80,
dan/atau Pasal 81 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
26
Paragraf 12
Sanksi
Pasal 83
PNS yang melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan dikenakan sanksi.
Pasal 84
Jenis pelanggaran yang dilakukan
oleh PNS terdiri dari:
a. pelanggaran ringan;
b. pelanggaran sedang; dan/atau
c. pelanggaran berat.
Pasal 85
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 diberikan kepada PNS berupa:
a. sanksi administratif; atau
b. sanksi pidana.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 13
Pemberhentian
Pasal 86
(1) PNS diberhentikan dengan
hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi;atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau
rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
(2) PNS diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
a. melanggar sumpah/janji
jabatan;
b. tidak setia kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; atau
c. dinyatakan bersalah
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun.
(3) PNS diberhentikan tidak
dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan
terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan;
c. menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik;
d. merangkap jabatan lain baik
dalam jabatan negara maupun jabatan politik; atau
27
e. melakukan pelanggaran disiplin
tingkat berat.
Pasal 87
PNS diberhentikan sementara
karena menjadi tersangka melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Paragraf 14
Pensiun
Pasal 88
Pensiun PNS dan pensiun
janda/duda PNS diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas
pengabdian PNS.
Pasal 89
(1) PNS yang berhenti dengan
hormat berhak menerima pensiun apabila telah mencapai batas usia pensiun.
(2) PNS yang telah mencapai batas
usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(3) Usia pensiun bagi Jabatan
Administrasi adalah 58 (lima puluh delapan) tahun.
(4) Usia pensiun bagi Jabatan
Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Usia pensiun bagi Jabatan
Eksekutif Senior adalah 60 (enam puluh) tahun.
Pasal 90
(1) Sumber pembiayaan pensiun
berasal dari iuran PNS yang bersangkutan dan pemerintah selaku pemberi kerja
dengan perbandingan 1 : 2 (satu banding dua).
(2) Pengelolaan dana pensiun
diselenggarakan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pensiun PNS diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 15
Perlindungan
Pasal 91
(1) Pemerintah wajib memberikan
perlindungan hukum, perlindungan keselamatan, dan perlindungan kesehatan kerja
terhadap PNS dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan hukum terhadap kesalahan yang
dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap perkara
tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
28
(3) Perlindungan keselamatan dan
perlindungan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
risiko lain.
Bagian Ketiga
Manajemen Pegawai tidak Tetap
Pemerintah
Paragraf 1
Umum
Pasal 92
(1) Manajemen Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah meliputi:
a. penetapan kebutuhan;
b. pengadaan;
c. honorarium;
d. tunjangan;
e. kesejahteraan; dan
f. perlindungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai manajemen Pegawai Tidak Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan menteri.
Paragraf 2
Penetapan Kebutuhan
Pasal 93
Penetapan kebutuhan Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah merupakan analisis keperluan jumlah, jenis, dan status Pegawai
Tidak Tetap Pemerintah yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utama secara
efektif dan efisien untuk mendukung beban kerja Instansi dan Perwakilan.
Paragraf 3
Pengadaan
Pasal 94
(1) Pengadaan calon Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada instansi dan
perwakilan.
(2) Pengadaan calon Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah di Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang
ditetapkan oleh instansi dan Perwakilan.
(3) Pengadaan calon Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan
perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi,
dan pengangkatan menjadi Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
29
Pasal 95
Setiap Instansi dan Perwakilan
mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai adanya lowongan Pegawai
Tidak Tetap Pemerintah.
Pasal 96
Setiap warga negara Indonesia
mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 97
(1) Seleksi penerimaan calon
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dilaksanakan oleh Instansi dan Perwakilan untuk
mengevaluasi secara obyektif kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh instansi dan yang dimiliki oleh pelamar.
(2) Seleksi calon Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi,
seleksi umum, dan seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi dan Perwakilan
masing-masing untuk memeriksa kelengkapan persyaratan.
(4) Instansi dan Perwakilan yang
menerima pendaftaran calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah memberikan nomor
peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah lulus persyaratan administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi dan Perwakilan masing-masing.
(6) Seleksi khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Instansi dan Perwakilan dilakukan
dengan membandingkan secara obyektif kualifikasi dan kompetensi yang
dipersyaratkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 98
Pengumuman lowongan Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilaksanakan secara
terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi dan Perwakilan masing-masing.
Pasal 99
Pengangkatan calon Pegawai Tidak
Tetap Pemerintah ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.
Paragraf 4
Honorarium
Pasal 100
(1) Pemerintah wajib membayar
honorarium yang adil dan layak kepada Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab.
30
(2) Honorarium sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(3) Honorarium sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Paragraf 5
Tunjangan
Pasal 101
Selain honorarium sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100, Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dapat menerima
tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Kesejahteraan
Pasal 102
(1) Selain honorarium dan
tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101, Pemerintah
memberikan jaminan sosial kepada Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(2) Jaminan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyejahterakan Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah.
Paragraf 7
Perlindungan
Pasal 103
(1) Pemerintah wajib memberikan
perlindungan hukum, perlindungan keselamatan, dan perlindungan kesehatan kerja
terhadap Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan hukum terhadap kesalahan yang
dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap perkara
tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Perlindungan keselamatan dan perlindungan
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.Aparatur Sipil Negara
0 komentar:
Posting Komentar