Selasa, 24 Desember 2013

MANAJEMEN Aparatur Sipil Negara

UU ASN
MANAJEMEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
Manajemen ASN meliputi Manajemen PNS dan Manajemen Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Bagian Kedua
Manajemen PNS
Pasal 48
(1) Manajemen PNS meliputi:
a. penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah;
b. pengadaan;
c. jabatan;
d. pola karier;
e. penggajian;
f. tunjangan;
g. kesejahteraan;
h. penghargaan;
i. sanksi;
j. pemberhentian;
k. pensiun; dan
l. perlindungan.
(2) Manajemen PNS di daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18
Paragraf 1
Penetapan Kebutuhan dan Pengendalian Jumlah
Pasal 49
Penetapan kebutuhan PNS merupakan analisis keperluan jumlah, jenis, dan status PNS yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung beban kerja Instansi dan Perwakilan.
Pasal 50
(1) Pejabat yang berwenang pada Instansi mengusulkan kebutuhan PNS di Instansi masing-masing kepada Menteri serta mengirim tembusan kepada KASN.
(2) Kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebutuhan pegawai administrasi, pegawai fungsional, maupun untuk mengisi Jabatan Eksekutif Senior.
(3) Pengusulan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan analisis keperluan pegawai.
(4) Menteri menetapkan kebutuhan PNS secara nasional setelah mendapat pertimbangan dari KASN dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang keuangan.
(5) Penetapan kebutuhan PNS oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sebagai wujud tanggung jawab pengendalian jumlah PNS dan menjaga proporsionalitas PNS antar-Instansi.
(6) Menteri mengumumkan penetapan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Ketentuan mengenai pedoman penyusunan analisis keperluan pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan KASN.
Paragraf 2
Pengadaan
Pasal 51
(1) Pengadaan calon PNS merupakan kegiatan untuk mengisi jabatan yang lowong.
(2) Pengadaan calon PNS di Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4).
(3) Pengadaan calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS.
Pasal 52
Setiap Instansi merencanakan pelaksanaan pengadaan calon PNS.
Pasal 53
Setiap Instansi mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai adanya lowongan jabatan calon PNS.
19
Pasal 54
(1) Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PNS setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri dengan pertimbangan KASN.
Pasal 55
(1) Seleksi penerimaan calon PNS dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan untuk mengevaluasi secara obyektif kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, dan yang dimiliki oleh pelamar.
(2) Seleksi calon PNS terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi, seleksi umum, dan seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan masing-masing untuk memeriksa kelengkapan persyaratan.
(4) Instansi atau Perwakilan yang menerima pendaftaran calon PNSmemberikan nomor peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah lulus persyaratan administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan masing-masing dengan materi yang disusun oleh BKN.
(6) Seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Instansi atau Perwakilan dilakukan dengan membandingkan secara obyektif kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 56
Pengumuman tahapan seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilaksanakan secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi masing-masing.
Pasal 57
Calon PNS yang lulus seleksi wajib menjalani masa percobaan.
Pasal 58
(1) Masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 bagi calon pegawai administratif dan calon pegawai fungsional yang lulus seleksi dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan selama 1 (satu) tahun.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pendidikan di dalam kelas oleh LAN atau Instansi yang telah mendapat sertifikasi dari LAN.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pelatihan kerja di Instansi yang bersangkutan dan di Instansi pembina jabatan fungsional bagi calon Pegawai Jabatan Fungsional.
20
Pasal 59
(1) Calon PNS menjadi PNS dalam suatu jabatan didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
a. telah lulus pendidikan dan pelatihan;
b. telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani; dan
c. diusulkan oleh Pejabat yang Berwenang.
(2) Calon PNS yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat menjadi PNS oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan sebagai calon PNS.
Pasal 60
(1) Setiap calon PNS pada saat pengangkatannya wajib mengucapkan sumpah/janji dengan disaksikan oleh Pejabat yang Berwenang atau Perwakilan.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa saya, akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Bahwa saya, akan selalu membela dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, akan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara dan martabat Aparatur Sipil Negara, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi, seseorang, atau golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
Pasal 61
Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan calon PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
21
Pasal 63
(1) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan.
(2) Pengisian Jabatan Eksekutif Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengadaan Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KASN.
(4) Pejabat yang Berwenang atau pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan permintaan pengisian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mengajukan kompetensi dan kualifikasi serta jabatan yang lowong kepada KASN.
(5) KASN mengumumkan lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
(6) Calon Pejabat Eksekutif Senior yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7) KASN melakukan seleksi untuk memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(8) Sebelum menduduki jabatannya, calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mengucapkan sumpah/janji di hadapan pimpinan Instansi atau Perwakilan.
Paragraf 3
Pangkat dan Jabatan
Pasal 64
(1) PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi atau Perwakilan.
(2) Pengangkatan dan penetapan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
(3) Setiap jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan klasifikasi jabatan yang memuat jenis dan kategori jabatan pada Instansi dan Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Pola Karier
22
Pasal 65
(1) Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun pola karier PNS yang terintegrasi secara nasional.
(2) Setiap Instansi dapat menyusun pola karier aparaturnya secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola karir PNS secara nasional diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Pasal 66
(1) Setiap PNS direkrut untuk menduduki Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional yang lowong.
(2) PNS dapat berpindah jalur antar-Jabatan Eksekutif Senior, administrasi, dan fungsional berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Pasal 67
(1) Setiap PNS dinaikkan jabatannya secara kompetitif.
(2) Kenaikan jabatan secara kompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Paragraf 5
Pengembangan Karier
Pasal 68
(1) Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
(2) Pengembangan karier PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
(3) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
b. kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan
c. kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerjaberkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
(4) Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
(5) Moralitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari penerapan dan pengamalan nilai-nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan.
23
Paragraf 6
Promosi
Pasal 69
(1) Promosi PNS dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas, dan moralitas oleh Tim Penilai Kinerja PNS.
(2) Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh pimpinan Instansi masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tim Penilai Kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KASN.
Pasal 70
(1) Promosi dilakukan berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki calon dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, dan pertimbangan dari Tim Penilai Kinerja PNS pada Instansi masing-masing tanpa membedakan gender, suku, agama, ras, dan golongan.
(2) Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi.
(3) Promosi Pegawai Jabatan Administrasi dan Pegawai Jabatan Fungsional dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang setelah mendapat pertimbangan Tim Penilai Kinerja PNS pada Instansi masing-masing.
Pasal 71
(1) Mutasi merupakan perpindahan tugas atau perpindahan lokasi dalam satu Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, satu Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang dalam wilayah kewenangannya.
(3) Pembiayaan sebagai akibat dilakukannya mutasi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 7
Penilaian Kinerja
Pasal 73
(1) Penilaian kinerja PNS berada di bawah kewenangan Pejabat yang Berwenang pada Instansi masing-masing.
24
(2) Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.
(3) Penilaian kinerja PNS dapat juga dilakukan oleh bawahan kepada atasannya.
(4) Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat yang dicapai.
(5) Penilaian kinerja PNS dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi, dan transparan.
(6) Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja PNS.
(7) Hasil penilaian kinerja PNS dimanfaatkan untuk menjamin obyektivitas dalam pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diatur dalam Peraturan KASN.
Paragraf 8
Penggajian
Pasal 75
(1) Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab PNS.
(2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan PNS.
(3) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Paragraf 9
Tunjangan
Pasal 76
(1) Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, PNS juga menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi gaji.
Pasal 77
(1) Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada PNS di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan.
(2) Dalam pemberian tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah wajib mengukur tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerahnya masing-masing.
(3) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
25
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Paragraf 10
Kesejahteraan
Pasal 78
(1) Selain gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada PNS.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyejahterakan PNS.
Paragraf 11
Penghargaan
Pasal 79
(1) PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugasnya dianugerahkan tanda kehormatan Satyalancana.
(2) Tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif hanya kepada PNS yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
(1) Setiap penerima tanda kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
(2) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan jabatan secara istimewa;
b. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau
c. hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
Pasal 81
(1) Hak memakai Satyalancana dicabut apabila PNS yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS atau tidak lagi memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pencabutan tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul Pejabat yang Berwenang.
Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan terhadap PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan/atau Pasal 81 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
26
Paragraf 12
Sanksi
Pasal 83
PNS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dikenakan sanksi.
Pasal 84
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh PNS terdiri dari:
a. pelanggaran ringan;
b. pelanggaran sedang; dan/atau
c. pelanggaran berat.
Pasal 85
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diberikan kepada PNS berupa:
a. sanksi administratif; atau
b. sanksi pidana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 13
Pemberhentian
Pasal 86
(1) PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi;atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
(2) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
a. melanggar sumpah/janji jabatan;
b. tidak setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; atau
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
d. merangkap jabatan lain baik dalam jabatan negara maupun jabatan politik; atau
27
e. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat.
Pasal 87
PNS diberhentikan sementara karena menjadi tersangka melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Paragraf 14
Pensiun
Pasal 88
Pensiun PNS dan pensiun janda/duda PNS diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.
Pasal 89
(1) PNS yang berhenti dengan hormat berhak menerima pensiun apabila telah mencapai batas usia pensiun.
(2) PNS yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
(3) Usia pensiun bagi Jabatan Administrasi adalah 58 (lima puluh delapan) tahun.
(4) Usia pensiun bagi Jabatan Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Usia pensiun bagi Jabatan Eksekutif Senior adalah 60 (enam puluh) tahun.
Pasal 90
(1) Sumber pembiayaan pensiun berasal dari iuran PNS yang bersangkutan dan pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan 1 : 2 (satu banding dua).
(2) Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pensiun PNS diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 15
Perlindungan
Pasal 91
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan, dan perlindungan kesehatan kerja terhadap PNS dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan hukum terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
28
(3) Perlindungan keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Ketiga
Manajemen Pegawai tidak Tetap Pemerintah
Paragraf 1
Umum
Pasal 92
(1) Manajemen Pegawai Tidak Tetap Pemerintah meliputi:
a. penetapan kebutuhan;
b. pengadaan;
c. honorarium;
d. tunjangan;
e. kesejahteraan; dan
f. perlindungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen Pegawai Tidak Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Paragraf 2
Penetapan Kebutuhan
Pasal 93
Penetapan kebutuhan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah merupakan analisis keperluan jumlah, jenis, dan status Pegawai Tidak Tetap Pemerintah yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung beban kerja Instansi dan Perwakilan.
Paragraf 3
Pengadaan
Pasal 94
(1) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada instansi dan perwakilan.
(2) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah di Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh instansi dan Perwakilan.
(3) Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
29
Pasal 95
Setiap Instansi dan Perwakilan mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai adanya lowongan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Pasal 96
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 97
(1) Seleksi penerimaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dilaksanakan oleh Instansi dan Perwakilan untuk mengevaluasi secara obyektif kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh instansi dan yang dimiliki oleh pelamar.
(2) Seleksi calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi, seleksi umum, dan seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi dan Perwakilan masing-masing untuk memeriksa kelengkapan persyaratan.
(4) Instansi dan Perwakilan yang menerima pendaftaran calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah memberikan nomor peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah lulus persyaratan administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi dan Perwakilan masing-masing.
(6) Seleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Instansi dan Perwakilan dilakukan dengan membandingkan secara obyektif kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 98
Pengumuman lowongan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilaksanakan secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi dan Perwakilan masing-masing.
Pasal 99
Pengangkatan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.
Paragraf 4
Honorarium
Pasal 100
(1) Pemerintah wajib membayar honorarium yang adil dan layak kepada Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab.
30
(2) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(3) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Paragraf 5
Tunjangan
Pasal 101
Selain honorarium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100, Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Kesejahteraan
Pasal 102
(1) Selain honorarium dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyejahterakan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
Paragraf 7
Perlindungan
Pasal 103
(1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan, dan perlindungan kesehatan kerja terhadap Pegawai Tidak Tetap Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan hukum terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Perlindungan keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

Aparatur Sipil Negara


Selengkapnya> UU Aparatur Sipil Negara


0 komentar:

Posting Komentar

 
Theme by Custom